Pages

Friday, September 30, 2011

Keheningan

Malam terus mengalir, bergerak dan beranjak tua.
Suasana semakin larut.
Mimpi-mimpi sudah berlayar, jauh meninggalkan muara senja.
Kubalikkan badanku di atas pembaringan, tak ada kantuk yang menghampiri.
Yang tersisa hanya sepi, dan aku berteman jasadku sendiri.
Aku tahu kau tampak lelah, setelah siang tadi berjejak-jejak di bawah terik,
memungut serpihan takdir yang terserak.
Pohon kehidupan tak selalu berbuah ranum. Daun-daun tak selamanya rindang.
Kenyataan hanyalah mimpi di atas takdir yang kelam.
Bukankah kemewahan hanya ilusi, ketika semuanya singgah di pelupuk mata, dan tangan kita terhalang pagar untuk memetiknya?
Sudahlah, tak perlu menggugat seperti itu. Kau harus meng-ikhlaskan seluruh
siang dan malammu, pada jalan yg sudah tertulis di buku catatan.
Bukankah sudah kau yakini tentang keabadian? Itulah kebun pembalasan, tempat memanen buah dari benih-benih yg kita tanam.

Maafkan, aku terpaksa menjajahmu. Aku terus menjejalimu dengan berbaris-baris
pertanyaan,yang membuat matamu tidak terkatup.
Semuanya berderet, seperti pohon-pohon di sepanjang perjalanan.
Tapi aku tak bermaksud menyakitimu.
Tentu kau masih ingat,ketika terik menyengat, lalu kuajak kau berteduh di bawah rimbun ranting-ranting perdu.
Dan saat gerimis yang meneteskan butir-butir tangis, kubawa kau menepi di
gubuk persinggahan,lalu kupeluk saat petir menggelegar.
Saat itu, rautmu begitu pucat dan ketakutan.

Hanya di hening malam, aku bisa memandang wajahmu, sambil mengenang
waktu yang telah hilang. Aku telah mengenalmu lebih dari seumur siang.
Setiap langkah adalah selembar kisah. Lalu musim merangkumnya dalam celah-celah ingatan. Semuanya masih kusimpan. Beberapa lembar telah hilang, mengering bersama ranting, saat kemarau terbit di halaman depan.

Waktu memang terlalu angkuh, bagi sebuah umur yang mulai rapuh.
Bayang-bayang perpisahan semakin nyata. Derap kematian berdetak bersama jejak dan tapak-tapak.
Adakah kau tahu,sedang melangkah kemana? Ikatkanlah arahmu pada
selembar sajadah, karena sesungguhnya waktu perlahan-lahan pudar dan begitu tersamar.

Hening
Hanya angin yang terdengar gemuruh
Seperti berlari jauh,tersungkur dan jatuh
Luruh
Senyap ditelan subuh

No comments:

Post a Comment